aku tau apa itu kunang kunang
lentera lentera hidup yang berserakan
membuat cahaya cahaya kecil
membuat berkas cahaya kuning di kegelapan
itu indah
dan aku suka itu
tapi aku mendapatkan kunang kunang itu kini ada di sektor tubuhku
melintasi setiap impuls impuls sistem bawah sadarku
kecepatannya langsung membuat hatiku berdegup kencang
menyayat dengan sinarnya
menggerakan otot otot lurik dalam rangka humerus,ulna dan radiusku
bergetar canggung menatapmu
itu yang kurasakan
aku jatuh cinta
padamu yang ada disana
(<3YNS)
Mengenai Saya
- kunang-kunang dan kepik merah
- saya hanya ingin menjadi inspirasi banyak orang,lewat puisi puisi saya yang terus mengalir dalam hati saya
Sabtu, 24 September 2011
Minggu, 18 September 2011
dialog anatara anak ikan dan ibunya
suatu hari seekor ikan datang menemui ibunya yang tengah bersembunyi di antara batu batu yang berlumut
'ibu,saya lapar,apakah ada cacing untuk kita makan?'
siibu yang sedang bersembunyi berkata pada anaknya
'kau tau nak?cacing hidup dimana?'
sianak berkata dengan polosnya
'di tanah yang bembur bu,makanya kita dapat protein yang cukup karena tanah yang cacing makan itu gembur'
siibu hanya tersenyum
'akan kukatakan suatu rahasia kecil untukmu nak'
siibu diam sebentar
'kau lihat tanah kuning yang mengelilingi kita selama ini?'
sang anak menjawab
'iya bu,umurku sudah 4 bulan dan saya mengenal tanah itu dengan baik'
sang ibu bertanya
'apa kau tau nama tanah itu apa?'
sang anak menjawab
'tanah gembur bu'
'bukan itu bukan tanah gembur,itu adalah tanah tanah yang sudah tercampur dengan sampah,sehingga tidak gembur kembali,sehingga cacing tidak ingin hidup disana'
'lalu darimana asalnya cacing cacing bergelantungan diatas sana itu bu?dan kenapa ada tali yang tersambung pada tubuh cacing itu?'
sang ibu terdiam
akhirnya ibu dari anak yang ingin tahu itu membawanya ke daerah yang agak jauh dari tepian,dan menyuruhnya menjulurkan wajarnya keudara
'kau mengerti?ini bukan tempat yang akan membawa kita pada kebahagiaan!saudara saudaramu banyak yang mati karena limbah limbah beracun,mungkin sebentar lagi giliran kita'
si anak berkata kembali
'lalu dimana seharusnya kita tinggal bu?'
'ibu,saya lapar,apakah ada cacing untuk kita makan?'
siibu yang sedang bersembunyi berkata pada anaknya
'kau tau nak?cacing hidup dimana?'
sianak berkata dengan polosnya
'di tanah yang bembur bu,makanya kita dapat protein yang cukup karena tanah yang cacing makan itu gembur'
siibu hanya tersenyum
'akan kukatakan suatu rahasia kecil untukmu nak'
siibu diam sebentar
'kau lihat tanah kuning yang mengelilingi kita selama ini?'
sang anak menjawab
'iya bu,umurku sudah 4 bulan dan saya mengenal tanah itu dengan baik'
sang ibu bertanya
'apa kau tau nama tanah itu apa?'
sang anak menjawab
'tanah gembur bu'
'bukan itu bukan tanah gembur,itu adalah tanah tanah yang sudah tercampur dengan sampah,sehingga tidak gembur kembali,sehingga cacing tidak ingin hidup disana'
'lalu darimana asalnya cacing cacing bergelantungan diatas sana itu bu?dan kenapa ada tali yang tersambung pada tubuh cacing itu?'
sang ibu terdiam
akhirnya ibu dari anak yang ingin tahu itu membawanya ke daerah yang agak jauh dari tepian,dan menyuruhnya menjulurkan wajarnya keudara
'kau mengerti?ini bukan tempat yang akan membawa kita pada kebahagiaan!saudara saudaramu banyak yang mati karena limbah limbah beracun,mungkin sebentar lagi giliran kita'
si anak berkata kembali
'lalu dimana seharusnya kita tinggal bu?'
ketika angin menggertak
ketika awalnya tenang
tak terlihat api diujung bukit tak berpohon itu
satu satu kusebarkan bibit bibit itu
melihatnya tumbuh
kumencoba sabar tuk menemani semuanya
walau nyatanya kulebih tak sabar mendengar desiran daundaunnya
kubaghagia melewati semua pohon pohon yang kini menjunjung tinggi
kulihat semuanya
tenang terasa
ingin selamanya kuberdiam disini
walau ternyata kutetap harus mengarungi samudera
demi negara negara yang membutuhkanku
sampai akhirnya kukembali kesana
melihatnya habis terlalap api
sebuah kecelakaan kecil di musim kemarau ini
dan tahukah kalian?
mengapa ku yang harus membuat api itu semakin besar?
semakin menjalar
liar seperti ular kelaparan
sedih kumelihatnya
sampai kucoba memadamkan semuanya
karena akupun dapat memadamkan semua ini
tapi kenapa semua ini terlalu sulit untukku?
apakah pohon pohon itu tak ingin kuselamatkan?
beberapa jam kemudian api selesai memadam
tak kulihat sisa kehidupan disana
aku tak tahu
haruskah kudisebut pahlawan ataukan pengacau?
tak terlihat api diujung bukit tak berpohon itu
satu satu kusebarkan bibit bibit itu
melihatnya tumbuh
kumencoba sabar tuk menemani semuanya
walau nyatanya kulebih tak sabar mendengar desiran daundaunnya
kubaghagia melewati semua pohon pohon yang kini menjunjung tinggi
kulihat semuanya
tenang terasa
ingin selamanya kuberdiam disini
walau ternyata kutetap harus mengarungi samudera
demi negara negara yang membutuhkanku
sampai akhirnya kukembali kesana
melihatnya habis terlalap api
sebuah kecelakaan kecil di musim kemarau ini
dan tahukah kalian?
mengapa ku yang harus membuat api itu semakin besar?
semakin menjalar
liar seperti ular kelaparan
sedih kumelihatnya
sampai kucoba memadamkan semuanya
karena akupun dapat memadamkan semua ini
tapi kenapa semua ini terlalu sulit untukku?
apakah pohon pohon itu tak ingin kuselamatkan?
beberapa jam kemudian api selesai memadam
tak kulihat sisa kehidupan disana
aku tak tahu
haruskah kudisebut pahlawan ataukan pengacau?
Langganan:
Postingan (Atom)